Banyak remaja Indonesia yang sudah mengenal istilah yang namanya, seks. Kita sering berpikir persoalan seputar seksualitas hanya muncul di budaya barat. Memperkirakan bahwa remaja di Indonesia terlihat masih “polos” dan “malu-malu”. Namun pada kenyataannya, di Indonesia sendiri pengenalan akan seks terutama di kota besar seperti Jakarta sudah dimulai dari tingkat Sekolah Dasar.
Seorang kenalan saya bercerita, kalau di sekolah anaknya, ada murid yang tertangkap basah oleh petugas kebersihan sekolah sedang berciuman, bahkan bukan cuma ciuman, melainkan sudah mulai menjurus ke arah yang lebih jauh lagi. Mereka melakukannya di salah satu ruang kelas yang kosong. Dimulai dengan murid cowok yang minta ijin ke toilet, lalu si murid cewek yang minta ijin ke UKS. Sementara para murid itu baru duduk di kelas 3 (tiga) Sekolah Dasar. Mereka baru berusia sekitar 8 (delapan) tahun!
Anak teman saya yang masih duduk di Taman Kanak-kanak, sudah mulai mengerti kata-kata “suka”. Gadis kecil ini terang-terangan bilang kalo suka dengan satu cowok temannya yang ganteng, bahkan bisa merasa cemburu kalo cowok temannya itu bermain dengan teman cewek yang lain. Hal ini sangat berbeda dengan zaman saya dulu. Saya baru mulai naksir cowok saja kelas 5 (lima) Sekolah Dasar. Belum mengerti soal kata “pacaran”. Baru mulai berpacaran ketika kuliah, walaupun ketika masih di Sekolah Menengah Pertama memang ada teman satu sekolah saya yang hamil di luar nikah.
Ada pergeseran budaya yang bergerak begitu cepat saat ini. Sumbangan dari semakin canggihnya teknologi internet, yang mudah diakses lewat telephone genggam oleh anak-anak, tayangan-tayangan televisi yang minim bagi anak-anak, hingga kurangnya pengawasan orangtua terhadap anak, menjadikan banyak anak-anak yang terlalu cepat menjadi dewasa dalam pergaulannya. Diperburuk dengan melimpahnya konten-konten pornografi yang muncul dalam bacaan-bacaan komik dan media. Hal ini menyebabkan banyak anak atau remaja kehilangan kepolosannya lagi, pengetahuan dan pengenalan seks yang murni menjadi semakin hilang. Nilai-nilai akan persetubuhan antara cowok dan cewek hanya terjadi dalam perkawinan di hadapan Allah menjadi luntur. Keperjakaan dan keperawanan menjadi tidak penting lagi. Ini sungguh menyedihkan.
Saya sebagai seorang ibu muda, katolik dan pengikut Kristus, merasa tidak bisa hanya tinggal diam saja melihat perubahan budaya di tengah orang muda yang begitu cepat. Saya ingin terlibat dalam memberi edukasi bagi relasi anak-anak muda zaman sekarang. Terlebih setelah saya belajar bahwa Santo Yohanes Paulus II, lewat Theology of the Body nya mengajak agar setiap orang memaknai kembali arti tubuh dan seksualitas yang dimiliki manusia secara benar. Memandang manusia, khususnya tubuh manusia, bukan sebagai obyek nafsu (lust) namun kita diajak untuk kembali pada kisah penciptaan awal manusia di Taman Eden, dimana manusia dan tubuhnya merupakan karya Agung Allah. Tubuh manusia dan seksualitasnya adalah sesuatu yang baik adanya (Lihat Kej 2:27). Meskipun dalam perjalanan selanjutnya, tubuh manusia kehilangan arti nupsial-nya lewat pilihan-pilihan dan keputusan-keputusannya, namun lewat kematian dan kebangkitan Kristus, tubuh manusia dipanggil kembali untuk merayakan kemurnian harkat dan martabatnya. Bentuk konkretnya bisa dilihat dari Perkawinan Kristiani yang merupakan gambaran persatuan antara Kristus dengan Gereja-Nya, ataupun lewat mereka yang memilih untuk hidup selibat kristiani, yang adalah sebagai tanda kelihatan yang menunjuk pada perkawinan yang diadakan di Surga nantinya.
Saya berharap semakin banyak orang muda zaman sekarang yang mau kembali menghargai dan menjaga kemurnian atau kekudusan dari keperjakaan dan keperawanannya. Sedangkan bagi mereka yang sudah jatuh dalam dosa atau sudah kehilangan keperjakaan atau keperawanannya, maka selalu ada harapan yang baru. Kesempatan untuk memulai hidup yang baru oleh karena Kristus telah menebus dosa manusia dan ada kuasa dalam kebangkitan-Nya. Ambillah langkah pertama, yaitu bertobat dan tidak mau mengulanginya lagi. Selalu akan ada kedamaian dan sukacita ketika kita mau komitmen untuk hidup di dalam jalan Tuhan dan Gereja. Mari kita menjadi saksi Kristus dalam keseharian hidup kita.
Sumber: http://chastityproject.com/2017/02/sex-is-worth-more/
Penulis: Melinda Kalianda, Alumni Basic Program 2013
Commentaires